APA?

Apa yang lebih indah dari sebuah pengkhianatan? Dan apa yang lebih tragis dari sebuah pengorbanan? Begitu dramatisnya hidup dengan melankoliknya. Meraup kerinduan atas sebuah kesetiaan. Ombak bak bergelombang layaknya riak, itulah kehidupan. Tali-tali yang menjadi jaring kasih kini retas sudah tak tembus akan arah. Jika pengkhianatan itu adalah hal yang indah, maka biarkan aku berkhianat. Biarkan aku berpaling darimu, meski kaulah yang esa dalam hal ini. Kau eka, tunggal, satu. Tapi mengapa kau begitu banyak merasuk dalam setiap saraf otakku. Sehingga aku sadar, bahwa pengorbanan bukanlah hal yang lumrah. Bahkan angin pun enggan menyapanya.

Tentang bagaimana aku hidup adalah pertanyaan yang tak perlu ku jawab. Jika Tuhan memberiku kepanjangan umur, aku ingin hidup seribu tahun lagi untuk mengenangmu. Atau biarkan aku mati saat ini juga dalam pelukanmu, pun juga bersama rona raut wajahmu yang berbayang hitam. Idealis ataupun realistis, adalah hal yang sama ujungnya bahwa kau akan selalu mencampakkanku. Bak lembaran-lembaran bukumu yang kau letakkan ketika kau mulai bosan membaca.

Tarian seng dewi mulai melirikku, menyentuh setiap inci kulitku dan membuatku terlena. Membuatku lupa bahwa kau adalah kumpulan partikel-partikel terkecil hidup yang menyatu dan dapat bernafas. Tetapi mengapa dengan nafasmu itu membuatku semakin terluka, tergores lapisan demi lapisan dan menjadikannya sebuah belahan dari seonggok daging segar berlumuran darah merah tua. Semakin kau bernafas, semakin aku pedih. Aku tak menginginkan kau menghentikan nafasmu, setidaknya katakan padaku bahwa kau bukanlah utusan sang iblis yang berwujud bak malaikat. Katakan,”Kau tak perlu menanti kesempurnaanku, terbanglah”. Maka aku terbang pada lapisan awan cyrus, namun tetap saja aku terjatuh diantara rerumputan kering senja itu. Lalu ku coba menikmati siluet Sang Dewa yang membuatku meratap.

Katakanlah pula, kasihku, “Kau tak perlu menantiku, aku ingin membebaskan belenggu diri”. Lalu dengan begitu, aku akan sadar bahwa realistis adalah yang terpenting daripada idealis. Selanjutnya biarkan aku menggelayuti kenangan yang sempat aku biarkan dengan cuma-cuma terlintas di benakku. Cukup. Sudah cukup aku terhempas olehmu. Biarkan aku menggerakan penaku diatas permadani sutra yang akan membawaku pada ketidakberadaan.

Comments

Popular Posts